Mengelola masyarakat super majemuk dan super kompleks memang tidak mudah. Dibutuhkan ketelatenan, kesadaran, dan sekaligus ketegasan. Pula, diperlukan pendekatan komprehensif untuk mengelola sebuah masyarakat plural, di mana masing-masing individu dan kelompok sosial memiliki aneka ragam motif dan tujuan.
Pluralitas (istilah lain: kemajemukan, keragaman, atau heteroginitas) adalah sesuatu yang bersifat alami, maka tidak ada orang yang bisa menghindar dari kenyataan pluralitas.
Karena pluralitas bersifat alami, maka upaya-upaya menciptakan homoginitas atau keseragaman, apalagi dilakukan dengan paksa dan kekerasan, selalu menimbulkan problem atau masalah di masyarakat.
Sayangnya tidak semua individu dan kelompok memahami pluralitas sebagai sebuah berkah yang perlu disyukuri, melainkan bencana yang perlu diratapi dan dipangkas habis.
Tidak semua orang memandang kemajemukan sebagai sebuah potensi untuk merajut hidup bersama dalam satu makrokosmos, tetapi sebagai sebuah hambatan atau halangan untuk mewujudkan pandangan, agama, atau ideologi tertentu yang mereka impikan dan idealkan di masyarakat.
Karena sikap dan pandangan masyarakat yang berlainan itulah, maka sering kali terjadi benturan-benturan di sana-sini. Oleh karena itu, untuk merawat kebhinekaan atau pluralitas, dibututuhkan sejumlah prasyarat mendasar.
Selain diperlukan kesadaran publik, perlu upaya intensif dan terus-menerus untuk berdialog atau membangun “dialog budaya” dengan berbagai kalangan oleh berbagai kalangan.
Selain itu juga diperlukan intervensi pemerintah sebagai “manajer masyarakat” untuk membuat kebijakan-kebijakan publik di semua sektor (politik, pendidikan, bisnis, dan agama) yang bersifat toleran-pluralis, menghargai hak-hak agama dan politik masing-masing individu, serta menjamin kekebasan, keamanan, dan kenyamanan masyarakat.
Tidak kalah penting juga adalah ketegasan aparat dan penegak hukum dalam menindak para aktor dan pelaku tindakan intoleransi dan kekerasan di masyarakat. Jika ada kesan meremehkan atau membiarkan para pelaku tindakan intoleransi dan kekerasan, maka mereka berpotensi melakukan hal serupa di kemudian hari.
Pemerintah dan aparat penegak hukum harus tegas (bukan keras) menghukum siapapun yang melakukan tindakan kekerasan, intoleransi, dan antikemajemukan, atas nama apapun (agama, ideologi, partai, aliran, ormas, dsb).(*)
#Polrestanjungpinang, #Poldakepri, #Imlek, #Pilkadadamai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar